Kamis, 26 Maret 2015

Pada abad ini, public relations mengalami perkembangan pesat dalam sektor bisnis. Perannya sangat penting bagi nama baik perusahaan di mata publik. Banyak perusahaan besar yang membutuhkan jasa professional seorang public relations. Untuk menjadi seorang PR yang professional bagi perusahaan, dia harus mengerti fungsi mereka sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk perkembangan perusahaan.
            Di samping hal tersebut, PR juga mempunyai peran penting menyusun strategi untuk mengarahkan opini publik ke arah yang positif tentang sebuah perusahaan. Selain untuk menambah keuntungan perusahaan tersebut, hal tersebut dibutuhkan untuk membangun kesan baik sebuah perusahaan.
            Menurut Rachmat Kriyantono, Ph.D. dalam bukunya yang berjudulPublic Relations Writing, beliau menulis garis besar fungsi public relations, yaitu:
“a. Memelihara komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya (maintain good communication)
  b.   Melayani kepentingan publik dengan baik (serve public’s interest)
  c.   Memelihara perilaku dan moralitas perusahaan dengan baik (maintain good morals & manners).” (Kriyantono , 2012 , h.21)
            Sebagai seorang public relations, dibutuhkan mengerti prinsip-prinsip dasar public relations. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjadi seorang yang professional. Salah satu prinsip dasar dari public realtions adalah Tell The Truth. Artinya seorang tersebut harus memberikan informasi sesuai fakta yang ada, namun hanya informasi yang dibutuhkan publik. Tetapi penyampaian informasi tersebut harus dikemas agar terhindar dari kesalahpahaman. Hal itu dibutuhkan ketika informasi tersebut berpotensi untuk merugikan sebuah perusahaan.


Seperti apa fungsi PR dalam krisis Dow Corning?
Diawali dengan fungsi dari public relations yang disampaikan di awal, penulis akan mencoba memahami apakah fungsi-fungsi tersebut sudah dijalankan dalam kasus masalah krisis Dow Corning.
Sebuah perusahaan pasti ingin memiliki citra yang baik dari publiknya. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan memiliki PR yang kompeten dan menjalankan perannya sebaik mungkin. Namun, seperti yang kita lihat di kasus Dow Corning yang begitu terkesan tertutup terhadap media dan masyarakat. Sedangkan kita tahu, salah satu tujuan  PR adalah menciptakan pemahaman (mutual understanding) antara perusahaan dan publiknya. Apabila perusahaan tertutup, maka media dan masyarakat tidak bisa mendapatkan informasi dari perusahaan. Jika terjadi isu negatif tentang perusahaan tersebut dan perusahaan terlambat ataupun bahkan tidak memberi pernyataan tentang isu tersebut, maka rakyat menjadi curiga dan berpikir bahwa isu tersebut benar, sehingga citra perusahaan tersebut akan menjadi semakin buruk.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah media sangat berpengaruh terhadap citra sebuah perusahaan. Jadi, dalam hal ini apabila hubungan dengan media sudah memburuk maka akan sulit membentuk citra positif pada publik. Disini terlihat jelas bahwa fungsi PR sebagai serves public’s interest sangatlah penting namun dalam kasus Dow Corning fungsi ini tidak terpenuhi. Ini sudah menjadikan salah satu penyebab gagalnya PR Dow Corning dilihat dari tahap pertama dalam menangani managemen krisisnya.
Kalau kita melihat apa yang terjadi di tahap ketiga yakni beberapa langkah yang diambil oleh Dow Corning. Perusahaan mulai melakukan tindakan dengan memberikan data mengenai informasi tentang implan payudara silikon, tetapi karena keterlambatan dalam memberikan informasi, akhirnya media dan publik sudah tidak memperhatikan Dow Corning. Akhirnya Dow Corning menyatakan bahwa perusahannya bangkrut setelah melakukan pertanggung jawaban atas masalah implan payudara silikon.
Ketika mendapatkan isu tentang perusahaan, seharusnya PR segera memberikan kepastian informasi kepada publik dan media sehingga mereka mengetahui benar atau tidaknya isu tersebut. Jangan sudah terlambat baru sadar, maka akan percuma semua itu.
Sekarang, bagaimana fungsi PR Dow Corning dalam tahap lainnya? Dalam tahap kedua terlihat ada sedikit perubahan, Dow Corning mulai melakukan beberapa tindakan, salah satunya adalah setuju untuk melakukan tes ulang pada produknya agar dapat meyakinkan publik tentang keamanan produknya. Tindakan yang diambil Dow Corning lainnya adalah dengan membuat pihak ketiga yang tidak memihak untuk melakukan peyelidikan terhadap implan payudara silikon.
Tindakan di atas adalah beberapa usaha Dow Corning dalam menolak ketidakamanan produk mereka. Dalam tahap ini seharusnya bisa muncul fungsi PR sebagai maintain good communication. Yakni bagaimana seharusnya Dow Corning mengatur dan menjaga komunikasi mereka lebih baik lagi. Dibentuknya pihak ketiga dan saluran telopone sebenarnya bisa dijadikan alat yang tepat untuk memperbaiki komunikasi yang sudah tidak harmonis lagi. Mereka juga seharusnya tidak meberikan informasi yang salah yang semakin memperburuk reputasi mereka.
Dari rangkaian peristiwa tersebut hampir semua fungsi PR tidak dimanfaatkan dengan benar. Dalam fungsi sebagaimaintain good communication contohnya, seharusnya perusahaan sudah dari awal melakukan hal ini bukan ketika keadaan tidak memungkinkan lagi untuk diperbaiki. Secara maintain good moral and manner sudah diabaikan juga, kurangnya simpati terhadap masyarakat membuat mereka semakin turun citra positif di mata publiknya.

Lalu bagaimana dengan peran PR Dow Corning?
Berdasarkan kritik yang disampaikan oleh LaPlant terlihat bahwa peran dan fungsi Public relationss Dow Corning tidak begitu tampak. Seharusnya dengan adanya PR semua krisis tersbut bisa dihindari dan diselesaikan. Dikatakan bahwa ada dua peran penting dalam kegiatan penting, yaitu peran sebagai teknisi dan peran sebagai menager. Peran secara teknisi mewakili sisi seni Public relationss dan peran secara manager berfokus pada kegiatan yang membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah terkait Public relationss (Lattimore, dkk., h.62). Berdasarkan hal ini seharusnyaPublic relations Dow Corning mengambil peran dalam peran sebagai manager. Yaitu bagaimana Public relations Dow Corning mengambil langkah-langah yang tepat sehingga bisa menyelamatkan citra perusahaan.
Kaitan peran-peran Public relations yang perlu dilakukan ada tiga peran yaitu, sebagai pemberi penjelasan, sebagai fasilitator komunikasi, dan sebagai fasilitator pemecah masalah (Lattiomre, dkk., 2010). Sebagai pemberi penjelasan seharusnya Public relations Dow Corning mampu menjelaskan bahwa produknya aman atau tidak aman berdarkan alasan-alasan yang tepat, tidak menyembunyikan apa yang publik ingin ketahui. Sebagai fasilitator komunikasi sebaiknya Public relationss Dow Corning tidak hanya berpihak kepada perusaaan. Tapi juga harus mampu mencari jalan bagaimana mengkomunikasikan antara perusahaan, FDA, dan publik. Yang pada akhirnya bisa mencapai tujua bersama yang tidak merugikan sebelah pihak. Dalam peran sebagai fasilitator pemecah masalah Public relations Dow Corning dituntut mampu menjalin dengan para manajer di perusahaan tersebut untuk mencari jalan keluar dari masalah tersbut, sehingga saling terjadi control yang mampu mengarahkan akan kemana rencana manager. Hal ini bisa membuat perusahaan tidak salah dalam mengambil langkah.
Bagaimana strategi Dow Corning dan strategi PR yang sesungguhnya?
Biacara mengenai strategi dalam mengatasi krisis manajemen public relations yakni tetap harus menjaga citra perusahaan dan tidak terlambat mengatasi sebuah krisis manajemen seperti kaitanya dengan ini Fearn-Banks (2011,h.3) menyatakan sebagai berikut.
“Public relations is converned with reputation. It exist to avoid a negative image and to create ora enhance a positive reputation it is lagerly the fear of negative that cause organizations to develop public relations departments, hire public relation agencies or both. Too often an organization does not consider utilizing public relations until in a crisis. Then it wants a speed recovery.”
Dari kalimat tersebut kita bisa mengerti bahwa banyak perusahaan yang menyampingkan public relations sampai akhirnya terjadi krisis manajemen. Seperti pada kasus Dow Corning strategi yang mereka terapkan tidak baik. Dalam jurnal yang ditulis Katie LaPlant kami mendapat beberapa strategi yang dilakukan oleh Dow Corning untuk mengatasi manajemen krisis.
Yang pertama Dow Corning tidak terlalu terbuka kepada media. Seperti yang kita ketahui apabila manajemen krisis terjadi seharusnya public relations  menjadi pihak yang berhubungan dengan media agar tidak menjadi kesalah pahaman. Apabila itu tidak terjadi maka berita yang tersebar menjadi simpang siur dan akan membuat citra perusahaan menjadi buruk di mata masyarakat.
Pada bagian ke dua Dow Corning mengganti ceo mereka dengan Keith McKennon dalam langkah pertamanya dia membentuk pihak ke 3 yang bersifat netral untuk melakukan penyelidikan terhadap implan payudara. Langkah ini dinilai tepat karena dapat membuktikan bahwa implant payudara yang dilakukan Dow Corning tersebut aman atau tidak sehingga bisa memperbaiki citra perusahaan.
Pada bagian ke tiga pihak Dow Corning mau menanggung tanggung jawab untuk masalah implant payudara dan mengambil tindakan korektif. Serta mereka merilis dokumen internal yang mempertanyakan keamanan implant. Tindakan ini sangat tepat dilakukan namun publik sudah tidak menerima lagi karena dinilai sudah telat.
Dari 3 tahap yang dilakukan Dow Corning kami dapat menyimpulkan bahwa strategi yang digunakan perusahaan tersebut gagal. Mereka menganggap remeh publik dan media yang mempunyai peranan sangat penting dalam citra masyarakat. Apa bila mereka merilis dokumen pada saat awal krisis mungkin akan bisa terselamatkan dari kebangkrutan namun mereka memilih untuk menutup diri dan menghindari media.
Selain itu cara menempatkan strategi  harus lah benar-benar dipikirkan dengan baik. Bagaimana dampak terhadap citranya mapun keberlanjutan perusahaan itu sendiri.

Analisis LaPlant terhadap krisis Dow Corning.
Pembahasan terakhir ini adalah menjelaskan bagaimana analisis LaPlant terhadap kasus manajemen krisis perusahaan Dow Corning. Pendekatan secara komunikasi dilakukan dalam studi kasus tersebut. Ada tiga tahap periode penting yang akan dikritik oleh LaPlant. Dimulai dari tahap pertema yaitu pada bulan Juli sampai September 1991, tahap kedua pada Septembe 1991 sampai dengan Februari 1992, dan tahap terakhir yakni mulai Februari 1992 sampai dengan sekarang.
Kita akan mulai melihat kritik LaPlant pada tahap pertama, dia menjelaskan pada periode tersebut Dow Corning paling banyak melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain Dow Corning tidak begitu terbuka dengan media, menyembunyikan data internal dari publik, dan menolak memberikan informasi terkait implan silikonnya kepada publik. Dow Corning membuat strategi dengan mempercayakan pada bukti ilmiah terhadap ketidakamanan produknya, dari strategi ini masih belum membuat publiknya berhenti memberikan pernyataan mengenai perusahaan. Malah FDA dan publik semakin membahayakan reputasi Dow Corning sendiri. Pada tahap ini juga Dow Corning tidak memberikan simpati mereka kepada publiknya.
Kritik LaPlant yang kedua menjelaskan bahwa Dow Corning masih saja menyerang FDA. Selain itu Dow Corning juga tidak mau mengakui bahwa produk implan silikon mereka tidak aman. Adanya penggantian CEO yaitu Lawrence Reed karena dianggap membawa masalah terhadap publik dan FDA. Sebagai gantinya adalah Keith McKennon yang kemudian membentuk pihak ketiga yang tidak memihak kepada siapapun. Dibuatnya pihak ketiga ini bertujuan melakukan investigasi terhadap keamanan dari implan silikon. Selain itu juga dibuat saluran telepon untuk para wanita yang akan berkonsultasi terhadap masalah implan silikon. Namun, FDA menganggap bahwa saluran telepon tersebut tidak memberikan informasi yang benar. Karena dituduh seperti itu Dow Corning menolak yang kemudian menganggap FDA tidak mengerti apa yang hendak dicapai oleh perusahaan.
Di tahapan ketiga Dow Corning benar-benar mencapai puncak usahanya dalam mempertahankan produk mereka. Di periode ini mereka melakukan beberapa langkah besar antara lain, bertanggung jawab atas masalah yang menyangkut Dow Corning, membuka data-data internal yang pernah diminta publik, menyatakan untuk meninggalkan usaha implan silikon, hingga pernyataannya bahwa Dow Corning benar-benar bangkrut. Meski ada beberapa keuntungan yang mereka peroleh dari semua ini, namun hal tersebut sudah sangat terlambat.
Diakatakan oleh LaPlant bahwa penyebab runtuhnya Dow Corning adalah mengesampingkan hal yang berkenaan dengan kesehatan, membantah kesalahan mereka sendiri, menyerang penuduh mereka, dan simpati yang kurang terhadap korban produk mereka.

Dari semua analisis ini penulis memberikan elemen dan petunjuk bagaimana PR menghadapi managemen krisis seperti yang dialami Dow Corning. Elemen-elemen penting ini antara lain; memperhatikan kepentingan publik terlebih dulu, bertanggung jawab memperbaiki keadaan, bersikap terbuka, menunjuk seorang juru bicara, membuat pusat media dan informasi, merespon semua pertanyaan, dan jangan berspekulasi (Lattimore, dkk., 2010). Apabila poin-poin ini diabaikan oleh seorang PR maka jangan harap keberhasilan dapat diraih.











Daftar pustaka:
            Fearn-banks, K.(2011). Crisis Communication A Case Book Aproach (edisi ke-4). New York: Routledge
Lattimore, D. Baskin, O., Heiman, S. T., Toth, E. L., (2010). Public relations: Profesi dan Praktek (edisi ke-3). Jakarta: Salemba Humanika
Kriyantono,R.(2012). Public Relations Writing (edisi ke-2).Jakarta : Kencana







Penulis :
Mahbub Fajar Amrillah                    145120200111003
Nizar Aditya                                      145120200111006
Nur Chaini                                         145120200111007
Bayu Nurindra                                   145120200111013

Kamis, 19 Maret 2015

Tujuan dan Fungsi Public Relations

1.            Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga/organisasi dengan publiknya, baik publik intern maupun extern dalam rangka menanamkan pengertian.

Hubungan baik bisa terjadi jika ada rasa saling percaya antara atasan dengan bawahan perusahaan serta perusahaan dengan masyarakat.

Hubungan tidak akan terjadi jika terdapat rasa curiga di antara mereka.

Misalnya, ketika seorang atasan berjalan di perusahaan dan bertemu dengan karyawannya, maka atasannya harus menyapa karywannya, atau ketika jam makan siang seorang atasan mengajak karyawannya untuk makan siang di sebuah rumah makan. Hal ini tidak bisa terjadi jika seorang atasan mempunyai rasa sombong.

2.            Memberikan informasi sebanyak dan sejelas mungkin mengenai institusi.
Menyebarkan informasi yang akurat tentang perusahaan agar tidak terjadi salah paham masyarakat tentang perusahaan.

Misalnya menyebarkan informasi tentang visi dan misi perusahaan, situasi perusahaan, dan jika ada isu buruk tentang perusahaan, maka public relation yang akan membenarkan atau menyalahkan isu tersebut.

3.           Melakukan riset pendapat, sikap dan harapan masyarakat terhadap institusi serta memberi saran tindakan-tindakan yang diperlukan institusi untuk mengatasinya.

Opini public sangat berperan dalam mengembangkan perusahaan, karena dengan mengetahui opini public maka perushaan bisa melakukan tindakan yang akan untuk memperbaiki perusahaan dan membuat masyarakat memberi perhatian terhadap perusahaan tesebut karena pendapat mereka diperhatikan oleh perhatikan oleh perusahaan.

4.            Menciptakan dan membina komunikasi dua-arah berlandaskan kebenaran dan informasi yang utuh

Ketika berkomunikasi dan menyebarkan informasi kepada masyarakat, public relation harus menyebarkan informasi yang berdasarkan kebenaran, karena jika dalam informasi tersebut terdapat kebohongan dan masyarakat mengetahuinya, maka masyarakat tidak akan mempercayai perusahaan tersebut.



Sumber : http://indadestrian.blogspot.com/

PEMBUKTIAN BAHWA PUBLIC RELATION MERUPAKAN SEBUAH KAJIAN ILMU


Banyak yang memahami PR sebagai sebuah profesi atau aktivitas semata. Padahal public relation  sudah dipelajari sudah sejak lama sebagai sebuah kajian ilmu. PR sebagai sebuah kajian ilmu bisa dilihat dari banyaknya jumlah para ilmuan yang mempelajarinya.
Dimulai dari perkembangan PR sebagai sebuah kajian ilmu. Hanya sedikit informasi yang dapat diambil dari buku-buku yang ada yang membahas public relations sebagai kajian ilmu. Pembahasan PR sebagai kajian ilmu sedikit bisa ditemukan dalam buku Lattimore dkk yang berjudul Public Relations edisi ke-3 dan beberapa buku lainnya.
Erward Bernays dalam (Lattimore, dkk., 2010, h.31) menggambarkan public relations sebagai ilmu pengetahuan dalam meciptakan situasi, mengumpulkan peristiwa yang dianggap memiliki nilai berita, namun pada saat yang sama berita itu tidak muncul dipaggung. Dari penjelasan ini didapat titik terang bahwa public relations ternyata tidak hanya dijadikan sebagai sebuah profesi atau pun sebuah aktvitas yang berstrategi tapi juga merupakan sebua pengetahun yang perlu dipelajari dan diajarkan. Karena pentingnya pengetahuan tentang PR ini dan perlunya disampaikan kepada siapa saja yang ingin mempelajarinya maka Bernays membuat sebuah buku berjudul Crytilizing Public Opinion (Lattimore, dkk. 2010).
Pada tahun 1950 buku Public Realtions seperti Cutlip dan Center 1952 edisi pertama mengklaim PR adalah dua arah komunikasi dan managemen fungsi, meskipun dua arah komunikasi masih samar-samar. Sampai J. Grunig 1976 memperkenalkan teori Organizational ke PR dan mengembangan konsep komunikasi simetris. Broom dan Smith 1978, 1979 mengembangan konsep PR sebagai peran manager. Dari hal tersebut para sarjana PR berfikir bahwa PR sebagi disiplin antara management dan komunikasi (Botan, dkk., 2009, h.23). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari pernyataan tersebut PR sudah di pelajari dan dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan yang banyak memiliki hubungan dengan ilmu yang lain. Selain itu PR juga menghasilkan konsep dan juga teori yang mendukung perkembangan PR selanjutnya.
Kemudian dilihat dari teori yang digunakan  di dalam PR yaitu seperti penjelasan berikut. Diawali dengan teori sistem dan kaitannya dengan PR, yaitu Grunig dan Dozier menyatakan bahwa perspektif sistem menekankan adanya saling ketergantungan organisasi dengan lingkungan mereka, baik lingkungan internal maupun eksternal. Menurut perspektif sistem, organisasi bergantung pada sumber daya dari lingkungan mereka, seperti “bahan mentah, sumber pekerja, klien atau konsumen yang diberikan atau produk yang mereka hasilkan” .  (Lattimore, dkk., 2010, h.52)
Kemudian kaitannya dengan Public Relations, yaitu Teori Sistem merupakan hubungan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mencapai tujuan organisasi. Contohnya setiap individu baik karyawan maupun atasan harus menciptakan hubungan baik agar tujuan bersama sebuah perusahaan tercapai. Jadi, PR lah yang menjaga sistem tetap stabil dan seimbang sesuai dengan peran masing-masing, seperti yang tercantum dalam kualitas sistem yaitu balance (Littlejohn, 2002).
Hubungan Teori Sistem tersebut dengan program kerja perusahaan atau organisasi yang diemban seorang praktisi Public Relations adalah guna memperoleh citra positif dari khalayak. Selain itu, ia harus memiliki pengetahuan luas yang kaitannya tentang visi dan misi serta tujuan dari organisasi atau perusahaan, guna menjawab segala kebutuhan internal dan eksternal organisasi atau perusahaan tersebut. Sehingga kita tahu bahwa sebuah PR adalah ilmu yang salah satu teori PR adalah teori sistem yang sangat banyak dikaji dalam berbagai ilmu.
Teori yang lain adalah yang diusulkan oleh James E. Grunig dan Todd Hunt. Mereka  mengusulkan sebuah teori situasional publik untuk memberi suatu informasi yang lebih spesifik tentang kebutuhan informasi mereka. Grunigg dan Hunt berpandangan bahwa publik meliputi mereka yang secara aktif mencari dan memproses informasi tentang organisai atau satu isu yang menarik mereka, sampai pada mereka yang menerima informasi secara pasif. Menurut Grunigg dan Hunt, terdapat tiga variabel yang berpengaruh ketika publik menerima dan memproses informasi yang terkait sebuah isu, yaitu: (1) Pengenalan masalah, (2) Pengenalan kendala, dan (3) Tingkat keterlibatan (Lattimore, dkk., 2010, h.54). Dari sini kita mendapatkan intinya  adalah publik harus bersifat situasional, maksudnya adalah ketika situasi, problem, peluang, atau isu berubah, maka publik pun ikut berubah.


Daftar Pustaka
Botan, C.H. & Hazletan, V. (1989). Public Relations Theory. Hillsdale: Laurence Erlbaum Associates
Botan, C.H. & Hazletan, V. (2009). Public Relations Theory. Nahwah: Laurence Erlbaum Associates
Broom, B.M. & Sha, B.L. (2013). Cutlip and Center’s Effective Public Relations (11th ed.). Harlow: Pearson Education Limited
Lattimore, D., dkk. (2010). Public Relations: Profesi dan Praktik (Edisi ke-3). Jakarta: Salemba Humanika
Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication (7th ed.). USA: Wadsworth

Penulis
Mahbub Fajar Amrillah                   145120200111003
Nizar Aditya                                      145120200111006
Nur Chaini                                         145120200111007
Bayu Nurindra                                  145120200111013
Alfariz



Kamis, 12 Maret 2015

PERKEMBANGAN PUBLIC RELATIONS SEBAGAI AKTIVITAS SOSIAL, PROFESI, DAN KAJIAN ILMU




Tidak sedikit orang yang mengetahui apa itu Public Relations. Banyak pula yang sudah mengetahui Public Relations kini tidak hanya menjadi sebuah profesi. Public Relations kini dikembangkan menjadi sebuah kajian ilmu. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pengetahuan dalam penerepan Public Relations sebagai profesi. Salah satu pembahasan Public Relations sebagai kajian ilmu adalah membahas tentang perkembangan Public Relations. Perkembangan Public Relation itu sendiri membahas tentang perkembangan Public Relations sebagai aktivitas sosial, perkembangan Public Relations sebagai profesi, dan perkembangan Public Relations sebagai kajian ilmu.
            Sebelum masuk pada pokok bahasan, kita harus mengetahui pengertian Public Relation. Mengacu pada buku yang berjudul “Tanya-Jawab Dasar-Dasar Public Relations” yang ditulis oleh Teguh Meinanda, beliau mengutip bahwa para ahli Public Relations telah dapat menetapkan 3 buah batasan yang dianggap terbak sebagai suatu definisi. Ke 3 batasan tersebut yaitu :
“a. Y.C. Seidel : Public Relations adalah proses yang kontinu dari usaha-usaha management untuk memperoleh goodwill dan pengertian dari langganannya, pegawainya dan public pada umumnya. b. W.Emerson Reck : Public Relatios adalah kelanjutan proses dari penetapan kebijaksanaan, penentuan pelayanan-pelayanan dan sikap yang disesuiakan dengan kepentingan orang-orang/golongan agar orang/golongan itu memperoleh kepercayaan dan goodwill dari mereka. Kedua pelaksanaan kebijaksanaan, pelayanan dan sikap adalah untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan yang sebaik-baiknya. c. Howard Bonham  : Public Relations adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian public yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan public terhadap seseorang atau suatu organisasi atau badan.” (Teguh, 1989, h.2)
            Jadi dapat disimpulkan bahwa Public Relation adalah proses untuk memperoleh kepercayaan dan goodwill dari dalam organisasi serta di luar organisasi yang bertujuan untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan sebaik-baiknya.



Perkembangan PR sebagai Aktivitas Sosial
PR di Inggris diawali oleh Departemen Keuangan Kerajaan Inggris yang memilih seorang juru bicara resmi pada tahun 1809. Di tahun 1854 Dinas Pos Kerajaan Inggris memutuskan untuk membuat sebuah badan yang bisa menjelaskan pelayanan yang diberikan oleh kerajaan kepada lapisan masyarakat. Berbagai trik mengenai PR mulai di perjelas dan lebih diperinci sehingga lebih terarah oleh pemerintah Inggris sekitar tahun 1912.
Metode-metode PR banyak digunakan setelah perang dunia pertama oleh pemerintah dari berbagai Negara untuk menjelaskan program kesehatan dan program perumahan nasional kepada masyarakatnya. Perjuangan PR yang paling besar terjadi dari tahun 1926 sampai dengan 1933. Disini mulai muncul Institute of Public Relations (IPR) yang dipresideni oleh Sir Stephen Tallents pada tahun 1948 di Inggris. Sedangkan di Amerika muncul Public Relations Society of America. Pada saat perang dunia ke dua PR mulai menurun karena banyak perdangan yang mulai terganggu oleh keadaan perang.
Perkembangan PR sebagai Profesi
            Public relations lahir di Amerika pada abad 20, karena Amerika merupakan Negara yang pertama kalinya mengalami kemajuan dalam segala bidang. Kemajuan tersebut dikarenakan banyaknya industri yang didirikan. Perkembangan public relations sebagai profesi di Negara ini dimulai dengan dilaksanakannya publikasi. Ivy Lee adalah orang yang berjasa sehingga Public Relations menjadi sebuah profesi.
            Dimulai ketika terjadi kericuhan pemogokan kaum buruh tambang batu bara yang menyeabakan kelumpuhan industri-industri lainnya. Pada waktu itu batu bara merupakan bahan yang sangat vital. Dalam kondisi Ivy Lee mempunyai gagasan untuk memecahkan problem tersebut. Ivy Lee menawarkan dirinya kepada industri batu bara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan 2 syarat :
1.      Agar diperkenakan duduk didalam management.
2.      Agar diberi wewenang untuk memberitakan kepada pers semua fakta, sejauh fakta tidak merugika  perusahaan.
Hal ini menimbulka kontroversi karena sampai saat itu orang yang menyelenggarakan publikasi dijauhkan dengan pimpinan industri. Akan tetapi syarat tersebut diterima sehingga Ivy Lee dapat menciptakan hubungan yang baik antara pimpinan dengan buruh dan antara perusahaan dengan public luar terutama pers.
Tahun 1914, Ivy Lee diangkat menjadi penasehat John D. Rockfeller, Jr, seorang multijutawan yang terkenal di AS, bahkan di seluruh dunia. Kepada pimpinan perusahaan milik Rockfeller, Lee memberikan nasehat yang amat bernilai bagi kemajuan dan perkembangan perusahaan. Keberhasilan itulah yang menyebabkan Lee dijuluki The Father of Public Relations.
Tahun 1916 Ivy Lee mengeluarkan deklarasi “Declaration of Principle” deklarasi ini disebar melalui surat kabar yang terbit di daerahnya yang isinya public tidak dapat diabaikan dari management suatu perusahaan/dianggap bodoh oleh surat kabar, apa yang baik bagi masyarakat, dalam jangka panjang, juga baik untuk dunia usaha.
Dalam Declaration of Principles yang disebarkan, Lee menegaskan bahwa di kantornya tidak ada hal-hal yang bersifat rahasia. “Tidak kamiadalah menyajikan berita. Kantor kami bukanlah biro iklan. Siapa saja yang memerlukan informasi secara lengkap, akan kami layani dengan segala senang hati,” kata Lee kepada para wartawan.
Apa yang dilakukan oleh Lee pada orang yang hidup di awal abad ke-20 merupakan hal yang sensasional. Dengan sikap yang jujur, Ivy Lee telah menyingkap rahasia yang menyelimuti perusahaan-perusahaan besar dalam hubungannya dengan masyarakat. Lee telah berhasil menciptakan gagasan baru bagi penanggulangan pemogokan di pabrik-pabrik besar dan gagasan baru untuk pembinaan hubungan dengan pers.
Tokoh yang juga berjasa mengembangkan PR sebagai sebuah profesi selain Ivy Lee adalah George Creel (seorang jurnalis dalam pemerintahan Presiden Wilson). Creel menyarankan memasukkan rencana kerja PR sejajar dengan  rencana kebijaksanaan pemerintah karena kedua bidang itu dianggap sama pentingnya. Presiden Wilson menerima saran tersebut dan Creel ditunjuk diberi tugas menjadi ketua panitia Public Information. Creel disebut sebagai orang pertama yang mempraktekkan PR dalam bidang pemerintahan. Jasa Creel yang lain dalam mengembangkan PR sebagai profesi adalah memberikan saran dalam bidang industri. Terhadap para industrialis, Creel menekankan bahwa sebuah organisasi akan sukses bila organisasi itu memperhatikan opini publik dalam kehidupan masyarakat. Opini publik merupakan kekuatan inti bagi maju mundurnya suatu organisasi (perusahaan).

Perkembangan PR sebgai Kajian Ilmu
            Public Relations menjadi kajian ilmu dimulai pada tahun 1999. Hal ini dijelaskan pada buku yang berjudul “Public Relations Theory II” yang ditulis Carl H. Botan dan Vincent Hazleton :
            In the academic arena, public relations enrollments have continued to grow. In PRT, Neff (1999) reported graduate public relations programs in 48 departments. By 1999, the Commission on Public Relations education reported 70 school offering masters programs in the field.” ( Carl, 2006, h.2)
Dikarenakan meningkatnya perhatian terhadap PR, khususnya dari perusahaan- perusahaan besar yang membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang itu. Berdasarkan kebutuhan tersebut, beberapa orang berpikir agar didirikannya fasilitas, yaitu perguruan tinggi untuk mendidik para calon PRO dan memberikan pengetahuan pada mereka tentang dasar-dasar kepemimpinan dan pelaksanaan PR secara efektif sebagai suatu profesi.
Dari 76 Perguruan Tinggi yang memberikan mata pelajaran PR, tercantum :
§  Boston University
§  Cornell University
§  Stanford University
§  Harvard University
§  Colombia University
§  Princeton University
§  Dan lain-lain

Kurikulum yang disusun untuk para mahasiswa PR itu diantaranya meliputi ilmu pengetahuan tentang Sosiology, Human and Labor Relations, Radio, TV and Production, Management, Advertising, Reporting, Public Opinion, Research Methods, Propaganda dan Publicity, Radio and TV Jurnalism, Marketing, Hukum dan Hubungan Internasional, Sosiologi dan Ilmu Jiwa Media Massa.
Daftar pustaka :
Botan, Carl H. & Hazleton, Vincent. 2006. Public Relations Theory II. New York: Lawrence Erlbaum Associates
Jefkins, Frank. 1995. Public Relations. Jakarta: Erlangga
Meinanda, Teguh. 1984. Tanya Jawab Dasar PR. Bandung: CV Armico
UBDistanceLearning. 2012. Dasar-Dasar Public Relations. Malang: UBDistanceLearning