Kamis, 26 Maret 2015

Pada abad ini, public relations mengalami perkembangan pesat dalam sektor bisnis. Perannya sangat penting bagi nama baik perusahaan di mata publik. Banyak perusahaan besar yang membutuhkan jasa professional seorang public relations. Untuk menjadi seorang PR yang professional bagi perusahaan, dia harus mengerti fungsi mereka sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk perkembangan perusahaan.
            Di samping hal tersebut, PR juga mempunyai peran penting menyusun strategi untuk mengarahkan opini publik ke arah yang positif tentang sebuah perusahaan. Selain untuk menambah keuntungan perusahaan tersebut, hal tersebut dibutuhkan untuk membangun kesan baik sebuah perusahaan.
            Menurut Rachmat Kriyantono, Ph.D. dalam bukunya yang berjudulPublic Relations Writing, beliau menulis garis besar fungsi public relations, yaitu:
“a. Memelihara komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya (maintain good communication)
  b.   Melayani kepentingan publik dengan baik (serve public’s interest)
  c.   Memelihara perilaku dan moralitas perusahaan dengan baik (maintain good morals & manners).” (Kriyantono , 2012 , h.21)
            Sebagai seorang public relations, dibutuhkan mengerti prinsip-prinsip dasar public relations. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjadi seorang yang professional. Salah satu prinsip dasar dari public realtions adalah Tell The Truth. Artinya seorang tersebut harus memberikan informasi sesuai fakta yang ada, namun hanya informasi yang dibutuhkan publik. Tetapi penyampaian informasi tersebut harus dikemas agar terhindar dari kesalahpahaman. Hal itu dibutuhkan ketika informasi tersebut berpotensi untuk merugikan sebuah perusahaan.


Seperti apa fungsi PR dalam krisis Dow Corning?
Diawali dengan fungsi dari public relations yang disampaikan di awal, penulis akan mencoba memahami apakah fungsi-fungsi tersebut sudah dijalankan dalam kasus masalah krisis Dow Corning.
Sebuah perusahaan pasti ingin memiliki citra yang baik dari publiknya. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan memiliki PR yang kompeten dan menjalankan perannya sebaik mungkin. Namun, seperti yang kita lihat di kasus Dow Corning yang begitu terkesan tertutup terhadap media dan masyarakat. Sedangkan kita tahu, salah satu tujuan  PR adalah menciptakan pemahaman (mutual understanding) antara perusahaan dan publiknya. Apabila perusahaan tertutup, maka media dan masyarakat tidak bisa mendapatkan informasi dari perusahaan. Jika terjadi isu negatif tentang perusahaan tersebut dan perusahaan terlambat ataupun bahkan tidak memberi pernyataan tentang isu tersebut, maka rakyat menjadi curiga dan berpikir bahwa isu tersebut benar, sehingga citra perusahaan tersebut akan menjadi semakin buruk.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah media sangat berpengaruh terhadap citra sebuah perusahaan. Jadi, dalam hal ini apabila hubungan dengan media sudah memburuk maka akan sulit membentuk citra positif pada publik. Disini terlihat jelas bahwa fungsi PR sebagai serves public’s interest sangatlah penting namun dalam kasus Dow Corning fungsi ini tidak terpenuhi. Ini sudah menjadikan salah satu penyebab gagalnya PR Dow Corning dilihat dari tahap pertama dalam menangani managemen krisisnya.
Kalau kita melihat apa yang terjadi di tahap ketiga yakni beberapa langkah yang diambil oleh Dow Corning. Perusahaan mulai melakukan tindakan dengan memberikan data mengenai informasi tentang implan payudara silikon, tetapi karena keterlambatan dalam memberikan informasi, akhirnya media dan publik sudah tidak memperhatikan Dow Corning. Akhirnya Dow Corning menyatakan bahwa perusahannya bangkrut setelah melakukan pertanggung jawaban atas masalah implan payudara silikon.
Ketika mendapatkan isu tentang perusahaan, seharusnya PR segera memberikan kepastian informasi kepada publik dan media sehingga mereka mengetahui benar atau tidaknya isu tersebut. Jangan sudah terlambat baru sadar, maka akan percuma semua itu.
Sekarang, bagaimana fungsi PR Dow Corning dalam tahap lainnya? Dalam tahap kedua terlihat ada sedikit perubahan, Dow Corning mulai melakukan beberapa tindakan, salah satunya adalah setuju untuk melakukan tes ulang pada produknya agar dapat meyakinkan publik tentang keamanan produknya. Tindakan yang diambil Dow Corning lainnya adalah dengan membuat pihak ketiga yang tidak memihak untuk melakukan peyelidikan terhadap implan payudara silikon.
Tindakan di atas adalah beberapa usaha Dow Corning dalam menolak ketidakamanan produk mereka. Dalam tahap ini seharusnya bisa muncul fungsi PR sebagai maintain good communication. Yakni bagaimana seharusnya Dow Corning mengatur dan menjaga komunikasi mereka lebih baik lagi. Dibentuknya pihak ketiga dan saluran telopone sebenarnya bisa dijadikan alat yang tepat untuk memperbaiki komunikasi yang sudah tidak harmonis lagi. Mereka juga seharusnya tidak meberikan informasi yang salah yang semakin memperburuk reputasi mereka.
Dari rangkaian peristiwa tersebut hampir semua fungsi PR tidak dimanfaatkan dengan benar. Dalam fungsi sebagaimaintain good communication contohnya, seharusnya perusahaan sudah dari awal melakukan hal ini bukan ketika keadaan tidak memungkinkan lagi untuk diperbaiki. Secara maintain good moral and manner sudah diabaikan juga, kurangnya simpati terhadap masyarakat membuat mereka semakin turun citra positif di mata publiknya.

Lalu bagaimana dengan peran PR Dow Corning?
Berdasarkan kritik yang disampaikan oleh LaPlant terlihat bahwa peran dan fungsi Public relationss Dow Corning tidak begitu tampak. Seharusnya dengan adanya PR semua krisis tersbut bisa dihindari dan diselesaikan. Dikatakan bahwa ada dua peran penting dalam kegiatan penting, yaitu peran sebagai teknisi dan peran sebagai menager. Peran secara teknisi mewakili sisi seni Public relationss dan peran secara manager berfokus pada kegiatan yang membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah terkait Public relationss (Lattimore, dkk., h.62). Berdasarkan hal ini seharusnyaPublic relations Dow Corning mengambil peran dalam peran sebagai manager. Yaitu bagaimana Public relations Dow Corning mengambil langkah-langah yang tepat sehingga bisa menyelamatkan citra perusahaan.
Kaitan peran-peran Public relations yang perlu dilakukan ada tiga peran yaitu, sebagai pemberi penjelasan, sebagai fasilitator komunikasi, dan sebagai fasilitator pemecah masalah (Lattiomre, dkk., 2010). Sebagai pemberi penjelasan seharusnya Public relations Dow Corning mampu menjelaskan bahwa produknya aman atau tidak aman berdarkan alasan-alasan yang tepat, tidak menyembunyikan apa yang publik ingin ketahui. Sebagai fasilitator komunikasi sebaiknya Public relationss Dow Corning tidak hanya berpihak kepada perusaaan. Tapi juga harus mampu mencari jalan bagaimana mengkomunikasikan antara perusahaan, FDA, dan publik. Yang pada akhirnya bisa mencapai tujua bersama yang tidak merugikan sebelah pihak. Dalam peran sebagai fasilitator pemecah masalah Public relations Dow Corning dituntut mampu menjalin dengan para manajer di perusahaan tersebut untuk mencari jalan keluar dari masalah tersbut, sehingga saling terjadi control yang mampu mengarahkan akan kemana rencana manager. Hal ini bisa membuat perusahaan tidak salah dalam mengambil langkah.
Bagaimana strategi Dow Corning dan strategi PR yang sesungguhnya?
Biacara mengenai strategi dalam mengatasi krisis manajemen public relations yakni tetap harus menjaga citra perusahaan dan tidak terlambat mengatasi sebuah krisis manajemen seperti kaitanya dengan ini Fearn-Banks (2011,h.3) menyatakan sebagai berikut.
“Public relations is converned with reputation. It exist to avoid a negative image and to create ora enhance a positive reputation it is lagerly the fear of negative that cause organizations to develop public relations departments, hire public relation agencies or both. Too often an organization does not consider utilizing public relations until in a crisis. Then it wants a speed recovery.”
Dari kalimat tersebut kita bisa mengerti bahwa banyak perusahaan yang menyampingkan public relations sampai akhirnya terjadi krisis manajemen. Seperti pada kasus Dow Corning strategi yang mereka terapkan tidak baik. Dalam jurnal yang ditulis Katie LaPlant kami mendapat beberapa strategi yang dilakukan oleh Dow Corning untuk mengatasi manajemen krisis.
Yang pertama Dow Corning tidak terlalu terbuka kepada media. Seperti yang kita ketahui apabila manajemen krisis terjadi seharusnya public relations  menjadi pihak yang berhubungan dengan media agar tidak menjadi kesalah pahaman. Apabila itu tidak terjadi maka berita yang tersebar menjadi simpang siur dan akan membuat citra perusahaan menjadi buruk di mata masyarakat.
Pada bagian ke dua Dow Corning mengganti ceo mereka dengan Keith McKennon dalam langkah pertamanya dia membentuk pihak ke 3 yang bersifat netral untuk melakukan penyelidikan terhadap implan payudara. Langkah ini dinilai tepat karena dapat membuktikan bahwa implant payudara yang dilakukan Dow Corning tersebut aman atau tidak sehingga bisa memperbaiki citra perusahaan.
Pada bagian ke tiga pihak Dow Corning mau menanggung tanggung jawab untuk masalah implant payudara dan mengambil tindakan korektif. Serta mereka merilis dokumen internal yang mempertanyakan keamanan implant. Tindakan ini sangat tepat dilakukan namun publik sudah tidak menerima lagi karena dinilai sudah telat.
Dari 3 tahap yang dilakukan Dow Corning kami dapat menyimpulkan bahwa strategi yang digunakan perusahaan tersebut gagal. Mereka menganggap remeh publik dan media yang mempunyai peranan sangat penting dalam citra masyarakat. Apa bila mereka merilis dokumen pada saat awal krisis mungkin akan bisa terselamatkan dari kebangkrutan namun mereka memilih untuk menutup diri dan menghindari media.
Selain itu cara menempatkan strategi  harus lah benar-benar dipikirkan dengan baik. Bagaimana dampak terhadap citranya mapun keberlanjutan perusahaan itu sendiri.

Analisis LaPlant terhadap krisis Dow Corning.
Pembahasan terakhir ini adalah menjelaskan bagaimana analisis LaPlant terhadap kasus manajemen krisis perusahaan Dow Corning. Pendekatan secara komunikasi dilakukan dalam studi kasus tersebut. Ada tiga tahap periode penting yang akan dikritik oleh LaPlant. Dimulai dari tahap pertema yaitu pada bulan Juli sampai September 1991, tahap kedua pada Septembe 1991 sampai dengan Februari 1992, dan tahap terakhir yakni mulai Februari 1992 sampai dengan sekarang.
Kita akan mulai melihat kritik LaPlant pada tahap pertama, dia menjelaskan pada periode tersebut Dow Corning paling banyak melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain Dow Corning tidak begitu terbuka dengan media, menyembunyikan data internal dari publik, dan menolak memberikan informasi terkait implan silikonnya kepada publik. Dow Corning membuat strategi dengan mempercayakan pada bukti ilmiah terhadap ketidakamanan produknya, dari strategi ini masih belum membuat publiknya berhenti memberikan pernyataan mengenai perusahaan. Malah FDA dan publik semakin membahayakan reputasi Dow Corning sendiri. Pada tahap ini juga Dow Corning tidak memberikan simpati mereka kepada publiknya.
Kritik LaPlant yang kedua menjelaskan bahwa Dow Corning masih saja menyerang FDA. Selain itu Dow Corning juga tidak mau mengakui bahwa produk implan silikon mereka tidak aman. Adanya penggantian CEO yaitu Lawrence Reed karena dianggap membawa masalah terhadap publik dan FDA. Sebagai gantinya adalah Keith McKennon yang kemudian membentuk pihak ketiga yang tidak memihak kepada siapapun. Dibuatnya pihak ketiga ini bertujuan melakukan investigasi terhadap keamanan dari implan silikon. Selain itu juga dibuat saluran telepon untuk para wanita yang akan berkonsultasi terhadap masalah implan silikon. Namun, FDA menganggap bahwa saluran telepon tersebut tidak memberikan informasi yang benar. Karena dituduh seperti itu Dow Corning menolak yang kemudian menganggap FDA tidak mengerti apa yang hendak dicapai oleh perusahaan.
Di tahapan ketiga Dow Corning benar-benar mencapai puncak usahanya dalam mempertahankan produk mereka. Di periode ini mereka melakukan beberapa langkah besar antara lain, bertanggung jawab atas masalah yang menyangkut Dow Corning, membuka data-data internal yang pernah diminta publik, menyatakan untuk meninggalkan usaha implan silikon, hingga pernyataannya bahwa Dow Corning benar-benar bangkrut. Meski ada beberapa keuntungan yang mereka peroleh dari semua ini, namun hal tersebut sudah sangat terlambat.
Diakatakan oleh LaPlant bahwa penyebab runtuhnya Dow Corning adalah mengesampingkan hal yang berkenaan dengan kesehatan, membantah kesalahan mereka sendiri, menyerang penuduh mereka, dan simpati yang kurang terhadap korban produk mereka.

Dari semua analisis ini penulis memberikan elemen dan petunjuk bagaimana PR menghadapi managemen krisis seperti yang dialami Dow Corning. Elemen-elemen penting ini antara lain; memperhatikan kepentingan publik terlebih dulu, bertanggung jawab memperbaiki keadaan, bersikap terbuka, menunjuk seorang juru bicara, membuat pusat media dan informasi, merespon semua pertanyaan, dan jangan berspekulasi (Lattimore, dkk., 2010). Apabila poin-poin ini diabaikan oleh seorang PR maka jangan harap keberhasilan dapat diraih.











Daftar pustaka:
            Fearn-banks, K.(2011). Crisis Communication A Case Book Aproach (edisi ke-4). New York: Routledge
Lattimore, D. Baskin, O., Heiman, S. T., Toth, E. L., (2010). Public relations: Profesi dan Praktek (edisi ke-3). Jakarta: Salemba Humanika
Kriyantono,R.(2012). Public Relations Writing (edisi ke-2).Jakarta : Kencana







Penulis :
Mahbub Fajar Amrillah                    145120200111003
Nizar Aditya                                      145120200111006
Nur Chaini                                         145120200111007
Bayu Nurindra                                   145120200111013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar